Dunia, Kehidupan Sementara
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Keberuntungan paling besar di dunia ini adalah kamu menyibukkan dirimu di sepanjang waktu dengan perkara-perkara yang lebih utama dan lebih bermanfaat untukmu kelak di hari akherat. Bagaimana mungkin dianggap berakal, seseorang yang menjual surga demi mendapatkan kesenangan sesaat? Orang yang benar-benar mengerti hakikat hidup ini akan keluar dari alam dunia dalam keadaan belum bisa menuntaskan dua urusan; menangisi dirinya sendiri -akibat menuruti hawa nafsu tanpa kendali- dan menunaikan kewajiban untuk memuji Rabbnya. Apabila kamu merasa takut kepada makhluk maka kamu akan merasa gelisah karena keberadaannya dan menghindar darinya. Adapun Rabb (Allah) ta’ala, apabila kamu takut kepada-Nya niscaya kamu akan merasa tentram karena dekat dengan-Nya dan berusaha untuk terus mendekatkan diri kepada-Nya.” (lihat al-Fawa’id, hal. 34)
Ketahuilah, bahwasanya kehidupan dunia ini hanyalah permainan, senda gurau, bermewah-mewah, dan saling membanggakan kekayaan dan anak pinak di antaramu, Ibarat hujan menyirami bumi, tumbuh-tumbuhan menjadi subur menghijau, mengagumkan para petani. Lalu tanaman itu mengering, nampak menguning, kemudian menjadi rapuh dan hancur. Sedang di akhirat kelak, ada azab yang berat bagi mereka yang mengganderungi kemewahan dunia, namun ada ampunan dan keridhaan Allah bagi yang mau bertobat. Demikianlah kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu belaka.
(QS. Al Hadiid 57:20)
Hidup di dunia bukanlah untuk mempertuhankan harta, jabatan, atau segala macam perhiasan dunia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia serta perhiasannya maka Kami akan sempurnakan bagi mereka balasan atas amal-amal mereka di dunia itu dalam keadaan mereka tidak dirugikan sama sekali. Mereka itulah orang-orang yang tidak mendapatkan balasan apa-apa di akherat kecuali neraka, lenyaplah sudah apa yang dahulu mereka perbuat di sana, dan sia-sia amal yang dahulu mereka lakukan.” (QS. Hud: 15)
Akan tetapi betapa banyak orang yang terlena dan tertipu oleh kesenangan yang sementara itu. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Akan tetapi ternyata kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, sementara akherat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. al-A’la: 16-17).
Peradaban Romawi masa lalu merupakan peradaban digdaya namun dilandasi faham materialisme. Mereka hanya memahami keberhasilan berdasarkan tolok-ukur dunia fana. Mereka tidak peduli bahkan mengingkari adanya kehidupan sebenarnya di akhirat kelak. Oleh karenanya mereka berprinsip “It’s now or never” (kalau tidak berhasil sekarang, maka tidak akan pernah berhasil selamanya). Dunia modern-pun meyakini paradigma yang serupa. Akhirnya segenap manusia diarahkan untuk meyakini hal serupa, tanpa kecuali kaum muslimin-pun disihir dengan cara pandang materialisme.
Mereka pun sehasta demi sehasta mengikuti mereka. Dan tahukah ujung semuanya? KEGAGALAN, KEGALAUAN,KEGELISAHAN tanpa habis. Dunia yang semakin dikejar maka ia akan semakin lari.
Maka berapa banyak orang yang mereka ini berani melanggar batas-batas larangan Alloh demi dunia yang dikejarnya, demi obsesi materialismenya. Demi pangkat, harta, jabatan, gaya hidup glamour dan gemar berhutang sana-sini. Na'udzubillahimindzalik.
Dan berapa banyak kisah mereka yang akhirnya terpuruk dalam kehidupannya, menjadi budak dunia. Maka nikmatilah kesesngsaraanmu bila kau menginginkannya.
0 komentar:
Posting Komentar