Menjadi sebuah keinginan kami terkhusus kepada orang yang
terjebak kepada riba dan jerat hutang para rentenir. Hendaklah dirimu bertaubat
dengan pertaubatan yang benar, bukan kalian gelisah dan mengadu kepada Allah
saat kau terjepit sehingga hidupmu terasa sempit, sedang ketika lapang, masalah
sudah selesai kau say good bye..
Sungguh ketahuilah memakan riba itu membuat jiwa mu
terganggu, jangan kau anggap mempunyai mental sehat setelah kau lakukan dosa
besar riba itu,kau masih sakit sejatinya perlu pembinaan jiwa dan mental agar
tidak liar dan kembali ke perbuatan lamamu. Pahamilah siapapun aslinya sudah
gila ketika sudah bergelut dengan dosa besar ini..maka jangan anggap dirimu
masih waras bila belum bertaubat.
Mari sedikit memahami perihal taubat…
Taubat, menurut ahli bahasa mempunyai arti kembali. Ibnu Manzhur
dalam Lisanul Arab, menerangkan bahwa kata taubat mempunyai arti kembali, pulang kepada Allah dan
mendapatkan ampunan dari-Nya. Kata atawwaba jika disandarkan kepada Allah,
maknanya bahwa Allah banyak menerima taubat hamba hamba-Nya dari setiap saat
tanpa batas waktu, sampai roh seorang hamba naik kerongkongannya ketika datang
sakratul maut, atau ketika terbit matahari dari barat.
Taubat secara syar,I sebagaimana dikatakan oleh para ulama, adalah kembalinya seorang hamba kepada Allah dengan meminta ampun atas segala dosa yang dia lakukan, disertai janji yang sungguh sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut di waktu yang akan datang, serta mengganti perbuatan dosa tersebut dengan menjalankan amal amal saleh.
Para ulama membagi dosa ke dalam dua kelompok. Pertama, dosa
karena melanggar hak-hak Allah. Kedua, dosa karena melanggar hak anak Adam.
Tata cara taubat untuk kedua dosa ini adalah sebagai berikut:
Pertama; dosa karena melanggar hak-hak Allah. Imam an-Nawawi menyatakan, syarat-syarat diterimanya taubat atas dosa karena melanggar hak-hak Allah ada tiga macam. Pertama, meninggalkan ma’siyyat; kedua adanya penyesalan; ketiga harus bertekad untuk tidak mengerjakannya kembali di masa akan datang.
Jika ada perintah untuk mengqadla, atau membayar kafarat atas pelanggarannya, maka seseorang belum sempurna taubatnya hingga dirinya membayar qadha dan kafarat. Contohnya, ada seseorang meninggalkan sholat fardlu dengan sengaja. Selanjutnya, ia insyaf dan sadar atas kesalahannya. Bila ia ingin bertaubat atas kesalahannya, dirinya harus memenuhi tiga syarat di atas.
Pertama; dosa karena melanggar hak-hak Allah. Imam an-Nawawi menyatakan, syarat-syarat diterimanya taubat atas dosa karena melanggar hak-hak Allah ada tiga macam. Pertama, meninggalkan ma’siyyat; kedua adanya penyesalan; ketiga harus bertekad untuk tidak mengerjakannya kembali di masa akan datang.
Jika ada perintah untuk mengqadla, atau membayar kafarat atas pelanggarannya, maka seseorang belum sempurna taubatnya hingga dirinya membayar qadha dan kafarat. Contohnya, ada seseorang meninggalkan sholat fardlu dengan sengaja. Selanjutnya, ia insyaf dan sadar atas kesalahannya. Bila ia ingin bertaubat atas kesalahannya, dirinya harus memenuhi tiga syarat di atas.
Jika pelanggaran itu berhubungan dengan hududnya Allah SWT,
taubatnya tidak cukup dengan melakukan tiga hal di atas. Akan tetapi, ia harus
menjalani hadnya Allah SWT. Hudud ada enam macam, (1) zina dan homosex, (2)
pencurian, (3) minum khamer, (4) hirabah, (5) qadzaf, (6) murtad. Orang yang
minum khamer harus dikenai had, yakni dihukum jilid sebanyak 40 kali. Pezina
muhshon dikenai hukuman rajam hingga mati. Pelaku qadzaf (menuduh isterinya
berzina) harus dikenai jilid sebanyak 80 kali.
Imam Syafi’i berpendapat, jika seseorang melanggar dosa yang terkategori hududnya Allah, taubatnya akan diterima dan had atas dirinya gugur, jika ia bertaubat kepada Allah SWT dengan penyesalan yang benar. Ketetapan semacam ini didasarkan pada kenyataan, bahwa para pelaku hirabah (pembegal dan penyamun) tidak boleh dijatuhi had hirabah, jika mereka telah bertaubat sebelum tertangkap.
Imam Syafi’i berpendapat, jika seseorang melanggar dosa yang terkategori hududnya Allah, taubatnya akan diterima dan had atas dirinya gugur, jika ia bertaubat kepada Allah SWT dengan penyesalan yang benar. Ketetapan semacam ini didasarkan pada kenyataan, bahwa para pelaku hirabah (pembegal dan penyamun) tidak boleh dijatuhi had hirabah, jika mereka telah bertaubat sebelum tertangkap.
Bagi peminum, pencuri, dan pezina, jika mereka memperbaiki
diri dan bertaubat, kemudian mereka dilaporkan kepada khalifah, maka khalifah
tidak boleh memberi sanksi kepada mereka. Sebab, mereka telah bertaubat sebelum
dilaporkan (ditangkap). Namun jika mereka baru bertaubat setelah dilaporkan
kepada khalifah, mereka tetap dijatuhi had. Dalam kondisi seperti ini, mereka
seperti halnya orang-orang yang melakukan hirabah kemudian tertangkap dan belum
sempat bertaubat. Pendapat ini dipilih oleh madzhab Syafi’i.
Kedua; dosa karena melanggar hak-hak anak Adam. Apabila dosa
tersebut berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak-hak anak Adam, syarat
taubatnya ada empat macam. Tiga syarat telah disebutkan di muka, dan ditambah
dengan syarat keempat, yakni, menunaikan haq-haq orang yang ia dzalimi.
Seseorang yang merampas harta orang lain, taubatnya akan diterima oleh Allah SWT, jika empat syarat di atas dipenuhi. Ia tidak cukup hanya menyesal, akan tetapi ia harus meminta maaf atau dengan mengembalikan harta orang tersebut, bila ia mampu.
Jika ia tidak mampu mengembalikannya, hendaknya ia berniat untuk mengembalikannya dengan segera jika ia telah mampu. Jika seseorang menimpakan bahaya kepada seorang muslim lainnya, sedangkan orang muslim tersebut tidak menyadari atau tidak tahu, ia harus segera menyingkirkan bahaya tersebut. Selanjutnya, ia harus memohon maaf kepadanya. Jika orang yang terdzalimi tersebut memaafkan, maka dosa pendzalim itu terputus. Jika pendzalim mengutus seseorang untuk meminta maaf, kemudian madzlum (orang yang terdzalimi) memaafkan —diketahui langsung atau tidak—, ini juga sah. Seorang yang berbuat buruk kepada orang lain, misalnya menyakiti hatinya, menamparnya, memukulnya tanpa ada alasan yang benar, atau mencambuknya dengan cemeti kemudian menyakitinya, ia harus memohon maaf kepada orang itu, dan menyesali perbuatannya.
Dosa karena melanggar hak-hak anak Adam tidak akan gugur sampai ia bertaubat pada dirinya sendiri, dan ia dimaafkan oleh orang yang didzaliminya.
Namun, jika orang yang kita berhutang dengannya telah meninggal, apa yang bisa kita lakukan: pertama, mengembalikan hartanya kepada walinya. Kedua, jika kita tidak mengetahui dimana ahli warisnya, maka letakkan harta itu di baitul mall.
Dan ada point yang penting lagi dalam bertobat ini adalah “Tidak menceritakan maksiatnya kepada orang lain” Jadi maksiat itu hanyalah antara kita dan Allah, dan kemudian kembali kepada Allah. Sekarang ini banyak orang yang bermaksiat dengan bangga menceritakan kemaksiatannya kepada orang lain.
Seseorang yang merampas harta orang lain, taubatnya akan diterima oleh Allah SWT, jika empat syarat di atas dipenuhi. Ia tidak cukup hanya menyesal, akan tetapi ia harus meminta maaf atau dengan mengembalikan harta orang tersebut, bila ia mampu.
Jika ia tidak mampu mengembalikannya, hendaknya ia berniat untuk mengembalikannya dengan segera jika ia telah mampu. Jika seseorang menimpakan bahaya kepada seorang muslim lainnya, sedangkan orang muslim tersebut tidak menyadari atau tidak tahu, ia harus segera menyingkirkan bahaya tersebut. Selanjutnya, ia harus memohon maaf kepadanya. Jika orang yang terdzalimi tersebut memaafkan, maka dosa pendzalim itu terputus. Jika pendzalim mengutus seseorang untuk meminta maaf, kemudian madzlum (orang yang terdzalimi) memaafkan —diketahui langsung atau tidak—, ini juga sah. Seorang yang berbuat buruk kepada orang lain, misalnya menyakiti hatinya, menamparnya, memukulnya tanpa ada alasan yang benar, atau mencambuknya dengan cemeti kemudian menyakitinya, ia harus memohon maaf kepada orang itu, dan menyesali perbuatannya.
Dosa karena melanggar hak-hak anak Adam tidak akan gugur sampai ia bertaubat pada dirinya sendiri, dan ia dimaafkan oleh orang yang didzaliminya.
Namun, jika orang yang kita berhutang dengannya telah meninggal, apa yang bisa kita lakukan: pertama, mengembalikan hartanya kepada walinya. Kedua, jika kita tidak mengetahui dimana ahli warisnya, maka letakkan harta itu di baitul mall.
Dan ada point yang penting lagi dalam bertobat ini adalah “Tidak menceritakan maksiatnya kepada orang lain” Jadi maksiat itu hanyalah antara kita dan Allah, dan kemudian kembali kepada Allah. Sekarang ini banyak orang yang bermaksiat dengan bangga menceritakan kemaksiatannya kepada orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar